PENDERITA kanker hati stadium lanjut (hepatocellular carcinoma/HCC) memiliki harapan lebih besar untuk memperpanjang dan mempertahankan kualitas hidupnya. Dengan menjalani terapi kanker berfokus sasaran menggunakan obat Sorafenib, penderita HCC dapat mengingkatkan kelangsungan hidup hingga 47 persen.
"Sorafenib sudah menjadi sistem standar untuk terapi kanker hati stadium lanjut. Obat ini adalah satu-satunya terapi yang telah menunjukkan adanya peningkatan survival rate bagi para penderita kanker hati di dunia dan juga di Indonesia," ungkap Profesor Ali Sulaiman SpDP-KGEH, dari Divisi Hematologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (FKUI/RSCM) di Jakarta, Kamis (26/6).
Kemampuan Sorafenib memperpanjang harapan hidup, lanjut Prof Ali, dapat dilihat dari hasil berbagai riset antara lain penelitian internasional SHARP fase ke-3 yang dilakukan pada pasien kanker hati di AS, Eropa dan Australia/Selandia Baru menunjukkan Sorafenib secara signifikan meningkatkan kualitas kelangsungan hidup sebasar 44 persen .
Pada penelitian serupa, yang juga mengevaluasi efikasi dan keamanan Sorafenib dibanding plasebo yang dilakukan pada pasien 226 penderita HCC di wilayah Asia Pasifik yakni Fase III Asia Pacific Study, terbukti bahwa Sorafenib secara signifikan meningkatkan kelangsungan hidup sebesar 47,3 persen pada para penderita kanker hati stadium lanjut.
"Dari hasil data yang ada, terlihat bahwa Sorafenib menunjukkan peningkatan perpanjangan tingkat kelangsungan hidup. Perbandingan antara penelitian di Asia Pasifik dengan hasil percobaan internasional SHARP di AS menunjukkan tingkat keberhasilan yang sama, meski pasien-pasien di Asia Pasifik memiliki status kesehatan yang lebih memprihatinkan dan lebih banyak metastase”, ungkap Dr. Hady Syarif, Head of Specialty Care Bayer Schering Pharma Indonesia.
Sorafenib merupakan terapi oral dengan sasaran sel tumor dan sistem pendarahan tumor untuk dikonsumsi dalam jangka panjang. Selain mengobati kanker hati stadium lanjut, obat ini juga digunakan untuk terapi kanker ginjal stadium lanjut. Sorafenib telah disetujui dilebih dari 40 negara bagi pengobatan untuk pasien penderita kanker hati yang tidak dapat dioperasi dan di lebih dari 70 negara untuk pengobatan bagi penderita kanker ginjal stadium lanjut.
Sorafenib bekerja dengan cara membidik sel tumor dan sistem pendarahan tumor. Dalam sebuah uji preklinis, Sorafenib terbukti mampu menghambat dua jenis kinase yakni profilerasi sel dan angiogenesis (pembentukan pembuluh darah) di mana keduanya berperan besar dalam proses pertumbuhan kanker. Proses ini penting pula bagi sel normal, sehingga terapi target dari Sorafenib juga bisa mempengaruhi beberapa sel normal.
Menurut Prof Ali, meski cukup aman digunakan. Sorafenib tetap memiliki efek samping bagi penggunanya. Eefek samping yang mungkin timbul di antaranya diare, rasa sakit seperti terbakar, dan mati rasa. "Bila beberapa gejala muncul, dokter biasanya akan menyesuaikan dosis dan mengentikan pengobatan untuk semnetara waktu," ungkapnya.
Pada November 2007, Sorafenib telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat Makanan AS (FDA) bagi pengobatan pasien dengan kanker hati yang tak dapat dioperasi dan belum lama ini juga disetujui di lebih dari 40 negara. Sedangkan di Indonesia, Sorafenib telah disetujui Badan POM RI pada April 2008 untuk pengobatan pasien dengan kanker hati stadium lanjut yang tidak dapat dioperasi (HCC).
Kanker hati stadium lanjut (hepatocellular carcinoma) menurut Prof Ali kini masuk dalam 6 besar kanker yang paling sering menyebabkan kematian di Indonesia. Jumlah penderitanya biasanya selaras dengan angka penderita hepatitis B dan hepatitis C kronis, dua kelompok yang berisiko paling tinggi . Sebagian besar pasien yang didiagnosis terkena kanker ini biasanya tidak diketahui gejala awalnya dan datang ke dokter sudah dalam stadium lanjut.
Pada stadium awal, kanker hati dapat diatasi dengan cara tindakan pembedahan untuk mengangkat jaringan sel kanker. Selain itu, pasien kanker hati menjalani kemoterapi. Namun pada stadium lanjut, pasien tidak bisa mejalani tindakan tersebut karena sel kanker sudah menyebar.
"Yang datang ke rumah sakit umumnya sudah telat. Sekitar 80 persen penderita tidak bisa dioperasi lagi, yang biasa diobati mungkin hanya sekitar 30-40 persen saja," tandasnya.
"Sorafenib sudah menjadi sistem standar untuk terapi kanker hati stadium lanjut. Obat ini adalah satu-satunya terapi yang telah menunjukkan adanya peningkatan survival rate bagi para penderita kanker hati di dunia dan juga di Indonesia," ungkap Profesor Ali Sulaiman SpDP-KGEH, dari Divisi Hematologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (FKUI/RSCM) di Jakarta, Kamis (26/6).
Kemampuan Sorafenib memperpanjang harapan hidup, lanjut Prof Ali, dapat dilihat dari hasil berbagai riset antara lain penelitian internasional SHARP fase ke-3 yang dilakukan pada pasien kanker hati di AS, Eropa dan Australia/Selandia Baru menunjukkan Sorafenib secara signifikan meningkatkan kualitas kelangsungan hidup sebasar 44 persen .
Pada penelitian serupa, yang juga mengevaluasi efikasi dan keamanan Sorafenib dibanding plasebo yang dilakukan pada pasien 226 penderita HCC di wilayah Asia Pasifik yakni Fase III Asia Pacific Study, terbukti bahwa Sorafenib secara signifikan meningkatkan kelangsungan hidup sebesar 47,3 persen pada para penderita kanker hati stadium lanjut.
"Dari hasil data yang ada, terlihat bahwa Sorafenib menunjukkan peningkatan perpanjangan tingkat kelangsungan hidup. Perbandingan antara penelitian di Asia Pasifik dengan hasil percobaan internasional SHARP di AS menunjukkan tingkat keberhasilan yang sama, meski pasien-pasien di Asia Pasifik memiliki status kesehatan yang lebih memprihatinkan dan lebih banyak metastase”, ungkap Dr. Hady Syarif, Head of Specialty Care Bayer Schering Pharma Indonesia.
Sorafenib merupakan terapi oral dengan sasaran sel tumor dan sistem pendarahan tumor untuk dikonsumsi dalam jangka panjang. Selain mengobati kanker hati stadium lanjut, obat ini juga digunakan untuk terapi kanker ginjal stadium lanjut. Sorafenib telah disetujui dilebih dari 40 negara bagi pengobatan untuk pasien penderita kanker hati yang tidak dapat dioperasi dan di lebih dari 70 negara untuk pengobatan bagi penderita kanker ginjal stadium lanjut.
Sorafenib bekerja dengan cara membidik sel tumor dan sistem pendarahan tumor. Dalam sebuah uji preklinis, Sorafenib terbukti mampu menghambat dua jenis kinase yakni profilerasi sel dan angiogenesis (pembentukan pembuluh darah) di mana keduanya berperan besar dalam proses pertumbuhan kanker. Proses ini penting pula bagi sel normal, sehingga terapi target dari Sorafenib juga bisa mempengaruhi beberapa sel normal.
Menurut Prof Ali, meski cukup aman digunakan. Sorafenib tetap memiliki efek samping bagi penggunanya. Eefek samping yang mungkin timbul di antaranya diare, rasa sakit seperti terbakar, dan mati rasa. "Bila beberapa gejala muncul, dokter biasanya akan menyesuaikan dosis dan mengentikan pengobatan untuk semnetara waktu," ungkapnya.
Pada November 2007, Sorafenib telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat Makanan AS (FDA) bagi pengobatan pasien dengan kanker hati yang tak dapat dioperasi dan belum lama ini juga disetujui di lebih dari 40 negara. Sedangkan di Indonesia, Sorafenib telah disetujui Badan POM RI pada April 2008 untuk pengobatan pasien dengan kanker hati stadium lanjut yang tidak dapat dioperasi (HCC).
Kanker hati stadium lanjut (hepatocellular carcinoma) menurut Prof Ali kini masuk dalam 6 besar kanker yang paling sering menyebabkan kematian di Indonesia. Jumlah penderitanya biasanya selaras dengan angka penderita hepatitis B dan hepatitis C kronis, dua kelompok yang berisiko paling tinggi . Sebagian besar pasien yang didiagnosis terkena kanker ini biasanya tidak diketahui gejala awalnya dan datang ke dokter sudah dalam stadium lanjut.
Pada stadium awal, kanker hati dapat diatasi dengan cara tindakan pembedahan untuk mengangkat jaringan sel kanker. Selain itu, pasien kanker hati menjalani kemoterapi. Namun pada stadium lanjut, pasien tidak bisa mejalani tindakan tersebut karena sel kanker sudah menyebar.
"Yang datang ke rumah sakit umumnya sudah telat. Sekitar 80 persen penderita tidak bisa dioperasi lagi, yang biasa diobati mungkin hanya sekitar 30-40 persen saja," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar