Komunikasi efektif yang selama ini dianggap seni oleh profesional medis justru merupakan obat paling mujarab bagi pasien, bahkan diprediksi bisa meningkatkan angka kesembuhan.
Demikian dikatakan Prof DR Deddy Mulyana dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar dalam Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran di Bandung, Jumat (3/7). Menurut Deddy, ada dugaan bahwa sebagian kasus malpraktik di Indonesia disebabkan miskomunikasi antara dokter dan pasien meski belum ada penelitian intensif mengenai hal itu.
"Hingga kini ratusan kasus malpraktik masih menunggu untuk diselesaikan oleh Lembaga Bantuan Hukum," ungkapnya. Menurut dia, salah satu upaya memperbaiki pelayanan tenaga medis kepada masyarakat adalah dengan meningkatkan keterampilan komunikasi dan memahami faktor-faktor sosial budaya yang memengaruhi komunikasi mereka dengan pasien.
Keterampilan komunikasi, kata Deddy, bukan bawaan melainkan dipelajari, namun sayang banyak tenaga medis khususnya dokter tak menyadari hal ini. Posisi mereka yang istimewa pada masyarakat membuat mereka etnosentrik, menganggap bahwa mereka tak membutuhkan keahlian lain kecuali mendiagnosis penyakit, memberi obat, dan melakukan tindakan medis untuk menyembuhkan penyakit pasien.
"Suatu prinsip dasar komunikasi kesehatan bahwa seorang dokter yang cakap harus juga seorang komunikator yang cakap yang memiliki pemahaman yang jelas mengenai ketidakpastian yang dialami pasien dan keluarganya," katanya.
Terlalu mengandalkan
Ia mengatakan, profesional medis yang terlalu mengandalkan keahlian medis dengan mengabaikan pentingnya komunikasi dengan pasien dianggap arogan namun pada saat yang sama juga membahayakan kehidupan pasien dan karier mereka sendiri.
Komunikasi efektif profesional medis dengan orang lain, termasuk dengan pasien, akan membuat mereka lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih sukses dalam karier mereka, kata Deddy.
Ia mengatakan, korelasi positif antara komunikasi yang efektif dengan kesehatan dan usia panjang telah didukung banyak penelitian seperti yang dilakukan Michael Babyak dari Universitas Duke. Dikatakan, salah satu aspek komunikasi nonverbal yang penting dalam dunia medis adalah sentuhan.
Riset dalam komunikasi kesehatan menunjukan, kebutuhan pasien akan sentuhan tidak dipenuhi oleh profesional medis. Pijatan dan sentuhan oleh dokter dan perawat telah menghasilkan efek positif pasa pasien yang dirawat di rumah sakit meskipun efek fisiologis, prilaku dan sikap tidak selalu positif.
Oleh karena itu, dokter dan perawat seyogianya sering menyentuh pasien mereka agar pasien merasa nyaman dan diperhatikan, namun harus tetap memerhatikan bentuk, frekuensi, lokasi sentuhan, jenis kelamin, budaya, dan agama agar pasien merasa nyaman dengan sentuhan tersebut, Dedy menjelaskan.
Kesalahpahaman nonverbal orang-orang yang berbeda budaya berpotensi terjadi dalam komunikasi kesehatan. Dia berpendapat, tidak banyak dokter yang menyadari bahwa penataan ruang pun bersifat simbolik dan memengaruhi hubungan dokter dengan pasien untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.
Demikian dikatakan Prof DR Deddy Mulyana dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar dalam Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran di Bandung, Jumat (3/7). Menurut Deddy, ada dugaan bahwa sebagian kasus malpraktik di Indonesia disebabkan miskomunikasi antara dokter dan pasien meski belum ada penelitian intensif mengenai hal itu.
"Hingga kini ratusan kasus malpraktik masih menunggu untuk diselesaikan oleh Lembaga Bantuan Hukum," ungkapnya. Menurut dia, salah satu upaya memperbaiki pelayanan tenaga medis kepada masyarakat adalah dengan meningkatkan keterampilan komunikasi dan memahami faktor-faktor sosial budaya yang memengaruhi komunikasi mereka dengan pasien.
Keterampilan komunikasi, kata Deddy, bukan bawaan melainkan dipelajari, namun sayang banyak tenaga medis khususnya dokter tak menyadari hal ini. Posisi mereka yang istimewa pada masyarakat membuat mereka etnosentrik, menganggap bahwa mereka tak membutuhkan keahlian lain kecuali mendiagnosis penyakit, memberi obat, dan melakukan tindakan medis untuk menyembuhkan penyakit pasien.
"Suatu prinsip dasar komunikasi kesehatan bahwa seorang dokter yang cakap harus juga seorang komunikator yang cakap yang memiliki pemahaman yang jelas mengenai ketidakpastian yang dialami pasien dan keluarganya," katanya.
Terlalu mengandalkan
Ia mengatakan, profesional medis yang terlalu mengandalkan keahlian medis dengan mengabaikan pentingnya komunikasi dengan pasien dianggap arogan namun pada saat yang sama juga membahayakan kehidupan pasien dan karier mereka sendiri.
Komunikasi efektif profesional medis dengan orang lain, termasuk dengan pasien, akan membuat mereka lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih sukses dalam karier mereka, kata Deddy.
Ia mengatakan, korelasi positif antara komunikasi yang efektif dengan kesehatan dan usia panjang telah didukung banyak penelitian seperti yang dilakukan Michael Babyak dari Universitas Duke. Dikatakan, salah satu aspek komunikasi nonverbal yang penting dalam dunia medis adalah sentuhan.
Riset dalam komunikasi kesehatan menunjukan, kebutuhan pasien akan sentuhan tidak dipenuhi oleh profesional medis. Pijatan dan sentuhan oleh dokter dan perawat telah menghasilkan efek positif pasa pasien yang dirawat di rumah sakit meskipun efek fisiologis, prilaku dan sikap tidak selalu positif.
Oleh karena itu, dokter dan perawat seyogianya sering menyentuh pasien mereka agar pasien merasa nyaman dan diperhatikan, namun harus tetap memerhatikan bentuk, frekuensi, lokasi sentuhan, jenis kelamin, budaya, dan agama agar pasien merasa nyaman dengan sentuhan tersebut, Dedy menjelaskan.
Kesalahpahaman nonverbal orang-orang yang berbeda budaya berpotensi terjadi dalam komunikasi kesehatan. Dia berpendapat, tidak banyak dokter yang menyadari bahwa penataan ruang pun bersifat simbolik dan memengaruhi hubungan dokter dengan pasien untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar