Berdasar Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, data Pola Penyebab Kematian Umum di Indonesia, penyakit jantung dan pembuluh darah dianggap sebagai penyakit pembunuh nomor 1 di Indonesia. Dan gangguan jantung dan pembuluh darah seringkali bermula dari hipertensi, atau tekanan darah tinggi. Selain itu, hipertensi yang merupakan suatu kelainan vaskuler awal, dapat menyebabkan gangguan ginjal, merusak kerja mata, dan menimbulkan kelainan atau gangguan kerja otak sehingga dapat menghambat pemanfaatan kemampuan intelegensia secara maksimal.
Diperkirakan 250 orang menghadiri Seminar Pengendalian Hipertensi Berhubungan dengan Stres dan Intelegensi untuk Hidup Berkualitas yang dilaksanakan Rabu, 2 Juli 2008, di Gedung Serbaguna Depkes Blok C, Jl. HR Rasuna Said Jakarta Selatan. Partisipan terdiri dari para pegawai di lingkungan Departemen Kesehatan, Pengurus Dharma Wanita Departemen Kesehatan dan beberapa undangan lain termasuk keluarga para pegawai, terutama yang telah berusia di atas 40 tahun, yang datang untuk mendengarkan penjelasan dari para pembicara yaitu ahli jantung dari RS Mitra Kelapa Gading, ahli kesehatan jiwa dari RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, dan Ketua Perhimpunan Hipertensi Indonesia.
Seminar sehari ini dilaksanakan atas kerjasama antara Biro Kepegawaian, Biro Umum, Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Penyakit Tidak Menular, Pusat Intelegensia, Pusat Promosi Kesehatan dan Pusat Komunikasi Publik. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Hipertensi Sedunia, 17 Mei 2008, yang puncaknya akan diselenggarakan pada minggu pertama bulan Agustus 2008 di Istana negara. Berbagai pihak terlibat dalam rangkaian acara ini, pemerintah, swasta, pemuda, lembaga swadaya masyarakat dan berbagai kelompok masyarakat. Menurut Sekretaris Jenderal Depkes, dr. Sjafii Ahmad, MPH, dalam sambutan pembukaan seminar, hipertensi sebetulnya merupakan penyakit yang dapat dicegah jika faktor risiko dapat dikendalikan. Pengendalian hipertensi harus didasari partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, dengan mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Sesjen mengharapkan gahwa seminar dapat menambah wawasan peserta, khususnya pegawai Depkes dan keluargannya. Deteksi dini bagi mereka yang belum teridentifikasi dan kepatuhan minum obat bagi yang sudah terkena hipertensi adalah kunci pengendalian hipertensi. Agar angggota masyarakat dapat menjaga diri dari hipertensi, karena sebetulnya hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko, yang salah satunya adalah keadaan tertekan yang sering disebut stres. Stres dapat memicu peningkatan hormon adrenalin dan kortisol, juga sering membuat orang memiliki kebiasaan makan yang kurang baik, mengkonsumsi rokok atau merokok, dan meninggalkan olah raga. Keadaan-keadaan tersebut jika tidak ditanggulangi, berpotensi menjadi faktor risiko hipertensi. Pengendalian stres berdampak besar pada penurunan tekanan darah. Jadi, mengendalikan tekanan psikologis berarti mengendalikan tekanan darah. Selain itu, hipertensi juga dapat dicegah dengan program hidup sehat tanpa rokok, olah raga cukup, konsumsi makanan berserat, pengurangan asupan garam. Dari pemeriksaan kesehatan terhadap 500 pegawai Departemen Kesehatan, terdeteksi bahwa 99 orang menderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia diperkirakan mencapai 17-21% dari populasi, dan kebanyakan tidak terdeteksi karena manusia dapat saja mengalami gangguan hipertensi tanpa merasakan gangguan atau gejalanya. Menurut WHO, dari 50% penderita hipertensi yang terdeteksi, hanya 25% mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% dapat diobati dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar