Selingkuh, hubungan gelap, love affair, love cheat atau apapun namanya, disebut-sebut sebagai bentuk lain dari penipuan cinta. Seringnya pria dituding sebagai biang keroknya. Benarkah pria tidak dapat setia?
Dimana-mana perselingkuhan tidak pernah membuahkan kebahagiaan. Akan selalu ada pihak yang disakiti, air mata, dan penyesalan. Bahkan seringkali perselingkuhan tidak hanya memporakporandakan rumah tangga seseorang, namun juga karir dan seluruh aspek kehidupan yang bersangkutan.
Anda mungkin masih ingat kasus Gary Hart yang mencalonkan dirinya sebagai Presiden Amerika di penghujung tahun 1980-an. Saat itu Hart adalah calon presiden yang sangat potensial, poling menunjukan namanya lebih unggul dibanding kandidat saingannya. Jalan menuju Gedung Putih sudah terbentang di depan mata, ketika tiba-tiba surat kabar memuat foto Gary Hart bersama seorang wanita di pangkuannya di sebuah kapal pesiar.
Dalam sekejap popularitas Hart langsung merosot, keinginannya menjadi Presiden Amerika pun hanya tinggal impian. Love affair Hart dengan Donna Rice, wanita yang tampak di fotonya bersamanya, telah mengakhiri karir politiknya.
Masih banyak kasus-kasus Gary Hart yang bisa ditemui di sekitar kita. Satu pelajaran berharga adalah betapa mahal harga yang dibayar dari sebuah perselingkuhan. Kendati demikian, cerita tentang selingkuh seperti tidak pernah ada habisnya. Bahkan sebagian orang melegitimasinya dengan melakukan poligami.
Dalam setiap kasus perselingkuhan, pria lebih sering dituduh sebagai penyebabnya. Jarang sekali kita menemukan kasus polyandri, sebaliknya kasus poligami sangat mudah ditemui. Dari pejabat, artis, sampai pedagang sayur melakukan poligami. Dari poligami itu sebagian diawali dengan perselingkuhan. Namun sebaliknya, sebagian besar perselingkuhan tidak berakhir pada pernikahan.
Dari banyaknya kasus perselingkuhan dan pologami, timbul pertanyaan: benarkah pria tidak bisa setia pada pasangannya? Bahkan sebuah penelitian menyatakan dua dari tiga pria di Jakarta pernah selingkuh. Konon saat ini jumlahnya meningkat menjadi empat dari lima pria. Julukan pria mata keranjang, playboy, laki-laki hidung belang, adalah julukan-julukan pada pria-pria yang telah mengkhianati cinta pasangannya itu.
Apakah memang kodrat pria untuk memiliki lebih dari satu pasangan hidup? Menurut Winarini W.D Mansoer, PhD, Psikolog dari Universitas Indonesia, Jakarta, pendapat kaum pria cenderung berkeinginan memiliki pasangan lebih dari satu tidak dibenarkan.
Banyak faktor
Dijelaskan Winarini, pria pada umumnya mudah sekali tertarik dan terangsang pada bentuk fisik (polierotik, red). Apalagi ada mitos mengatakan nafsu pria lebih besar dari perempuan sehingga untuk menyalurkan nafsunya tak cukup dengan satu pasangan. Mitos keliru inilah yang kemudian membuat masyarakat melihat, wajar jika pria mempunyai selingkuhan atau melakukan poligami.
Walau ketertarikan fisik atau polierotik dalam tiap manusia merupakan hal yang alamiah, Winarini mengakui hal ini pula yang kerap memunculkan niat pria untuk menaklukkan perempuan lain meski dirinya telah memiliki pasangan. Seringkali perselingkuhan hingga poligami tidak terjadi secara spontan, tetapi ada serangkaian peristiwa yang melatarbelakanginya.
Penyebab utama pria kurang setia umumnya kurangnya perhatian isteri. Celah ini seringkali dijadikan pria sebagai alasan. Padahal pria seringkali tidak menyadari bahwa kurangnya perhatian isteri disebabkan oleh kesibukannya untuk mengurus anak-anak dan pekerjaan rumah lainnya.
Kondisi demikian, makin memperburuk komunikasi suami isteri. Celakanya, hal ini membuat pria makin tidak peduli dan mencari pelampiasan di luar rumah. Apalagi jika pasangan selingkuhannya dapat memberikan perhatian yang tidak diberikan istri di rumah, imaka a akan makin hanyut perselingkuhan dan tak jarang berakhir dengan pernikahan poligami.
Kebutuhan pria untuk memiliki lebih dari satu pasangan ini, menurut psikolog kelahiran Jakarta 48 tahun silam, didorong pula oleh situasi pekerjaan pria yang mengharuskan berhubungan dengan banyak orang, terutama perempuan. Bisa jadi awalnya pria tersebut tidak berniat melakukan perselingkuhan atau menikah dengan perempuan lain. Namun karena lingkungan di sekitarnya mendukung, maka terjadilah perselingkuhan itu.
Status kejantanan dan kebanggaan juga mendorong pria memiliki perempuan lain. Selain itu, keinginan untuk memiliki lebih dari satu pasangan ini dapat pula terbentuk dari pengaruh keluarga. Umumnya orang yang ingin memiliki lebih dari satu pasangan berasal dari keluarga poligami. Namun di sisi lain, poligami juga menyimpan trauma yang membuat seseorang takut untuk berkeluarga.
Alasan pria dan wanita berbeda
Kendati pria selalu dianggap sebagai biang kerok perselingkuhan, pada kenyataannya, wanita juga bisa melakukan perselingkuhan. Jadi mitos yang mengatakan kecenderungan pria berkeinginan selingkuh tidak benar. Pasalnya perempuan pun saat ini memiliki kecenderungan yang sama. Namun keinginan wanita untuk memiliki lebih dari satu pasangan, tidak sebesar pada pria.
Latar belakang melakukan perselingkuhan pada pria dan wanita berbeda. Perempuan biasanya berselingkuh karena adanya kebutuhan emosional. Dalam berbagai penelitian pun terungkap perselingkuhan yang dilakukan perempuan karena mereka tidak mendapatkan kebutuhan emosional dari pasangan resminya.
Sedangkan pada pria, perselingkuhan umumnya didorong oleh kebutuhan seksual. Sementara wanita bersedia melakukan hubungan seksual jika ada kebutuhan emosional. Sehingga ada dua macam perselingkuhan, perselingkuhan seksual dan perselingkuhan emosional tanpa hubungan seksual.
Winarini mengingatkan ketika sebuah penghianatan atau ketidakjujuran terbongkar, maka akan dibutuhkan waktu lama untuk mengerti, memahami dan memaafkan akibat yang ditimbulkannya. Seringkali bukan hanya pasangan yang jadi korban, tapi juga anak-anak. Jadi, say no to affair!
Tips setia pada pasangan
------------------------------------
•Bangun komunikasi yang positif dengan pasangan.
•Berpikir positif terhadap masalah yang menggangu hubungan dengan pasangan.
•Ingatkan selalu tujuan pernikahan Anda.
•Lupakan masalah dan tatap masa depan dengan optimis.
•Cobalah meminta bantuan terapis, konselor atau pun orang-orang yang ahli dalam mengatasi persoalan perkimpoian.
Dimana-mana perselingkuhan tidak pernah membuahkan kebahagiaan. Akan selalu ada pihak yang disakiti, air mata, dan penyesalan. Bahkan seringkali perselingkuhan tidak hanya memporakporandakan rumah tangga seseorang, namun juga karir dan seluruh aspek kehidupan yang bersangkutan.
Anda mungkin masih ingat kasus Gary Hart yang mencalonkan dirinya sebagai Presiden Amerika di penghujung tahun 1980-an. Saat itu Hart adalah calon presiden yang sangat potensial, poling menunjukan namanya lebih unggul dibanding kandidat saingannya. Jalan menuju Gedung Putih sudah terbentang di depan mata, ketika tiba-tiba surat kabar memuat foto Gary Hart bersama seorang wanita di pangkuannya di sebuah kapal pesiar.
Dalam sekejap popularitas Hart langsung merosot, keinginannya menjadi Presiden Amerika pun hanya tinggal impian. Love affair Hart dengan Donna Rice, wanita yang tampak di fotonya bersamanya, telah mengakhiri karir politiknya.
Masih banyak kasus-kasus Gary Hart yang bisa ditemui di sekitar kita. Satu pelajaran berharga adalah betapa mahal harga yang dibayar dari sebuah perselingkuhan. Kendati demikian, cerita tentang selingkuh seperti tidak pernah ada habisnya. Bahkan sebagian orang melegitimasinya dengan melakukan poligami.
Dalam setiap kasus perselingkuhan, pria lebih sering dituduh sebagai penyebabnya. Jarang sekali kita menemukan kasus polyandri, sebaliknya kasus poligami sangat mudah ditemui. Dari pejabat, artis, sampai pedagang sayur melakukan poligami. Dari poligami itu sebagian diawali dengan perselingkuhan. Namun sebaliknya, sebagian besar perselingkuhan tidak berakhir pada pernikahan.
Dari banyaknya kasus perselingkuhan dan pologami, timbul pertanyaan: benarkah pria tidak bisa setia pada pasangannya? Bahkan sebuah penelitian menyatakan dua dari tiga pria di Jakarta pernah selingkuh. Konon saat ini jumlahnya meningkat menjadi empat dari lima pria. Julukan pria mata keranjang, playboy, laki-laki hidung belang, adalah julukan-julukan pada pria-pria yang telah mengkhianati cinta pasangannya itu.
Apakah memang kodrat pria untuk memiliki lebih dari satu pasangan hidup? Menurut Winarini W.D Mansoer, PhD, Psikolog dari Universitas Indonesia, Jakarta, pendapat kaum pria cenderung berkeinginan memiliki pasangan lebih dari satu tidak dibenarkan.
Banyak faktor
Dijelaskan Winarini, pria pada umumnya mudah sekali tertarik dan terangsang pada bentuk fisik (polierotik, red). Apalagi ada mitos mengatakan nafsu pria lebih besar dari perempuan sehingga untuk menyalurkan nafsunya tak cukup dengan satu pasangan. Mitos keliru inilah yang kemudian membuat masyarakat melihat, wajar jika pria mempunyai selingkuhan atau melakukan poligami.
Walau ketertarikan fisik atau polierotik dalam tiap manusia merupakan hal yang alamiah, Winarini mengakui hal ini pula yang kerap memunculkan niat pria untuk menaklukkan perempuan lain meski dirinya telah memiliki pasangan. Seringkali perselingkuhan hingga poligami tidak terjadi secara spontan, tetapi ada serangkaian peristiwa yang melatarbelakanginya.
Penyebab utama pria kurang setia umumnya kurangnya perhatian isteri. Celah ini seringkali dijadikan pria sebagai alasan. Padahal pria seringkali tidak menyadari bahwa kurangnya perhatian isteri disebabkan oleh kesibukannya untuk mengurus anak-anak dan pekerjaan rumah lainnya.
Kondisi demikian, makin memperburuk komunikasi suami isteri. Celakanya, hal ini membuat pria makin tidak peduli dan mencari pelampiasan di luar rumah. Apalagi jika pasangan selingkuhannya dapat memberikan perhatian yang tidak diberikan istri di rumah, imaka a akan makin hanyut perselingkuhan dan tak jarang berakhir dengan pernikahan poligami.
Kebutuhan pria untuk memiliki lebih dari satu pasangan ini, menurut psikolog kelahiran Jakarta 48 tahun silam, didorong pula oleh situasi pekerjaan pria yang mengharuskan berhubungan dengan banyak orang, terutama perempuan. Bisa jadi awalnya pria tersebut tidak berniat melakukan perselingkuhan atau menikah dengan perempuan lain. Namun karena lingkungan di sekitarnya mendukung, maka terjadilah perselingkuhan itu.
Status kejantanan dan kebanggaan juga mendorong pria memiliki perempuan lain. Selain itu, keinginan untuk memiliki lebih dari satu pasangan ini dapat pula terbentuk dari pengaruh keluarga. Umumnya orang yang ingin memiliki lebih dari satu pasangan berasal dari keluarga poligami. Namun di sisi lain, poligami juga menyimpan trauma yang membuat seseorang takut untuk berkeluarga.
Alasan pria dan wanita berbeda
Kendati pria selalu dianggap sebagai biang kerok perselingkuhan, pada kenyataannya, wanita juga bisa melakukan perselingkuhan. Jadi mitos yang mengatakan kecenderungan pria berkeinginan selingkuh tidak benar. Pasalnya perempuan pun saat ini memiliki kecenderungan yang sama. Namun keinginan wanita untuk memiliki lebih dari satu pasangan, tidak sebesar pada pria.
Latar belakang melakukan perselingkuhan pada pria dan wanita berbeda. Perempuan biasanya berselingkuh karena adanya kebutuhan emosional. Dalam berbagai penelitian pun terungkap perselingkuhan yang dilakukan perempuan karena mereka tidak mendapatkan kebutuhan emosional dari pasangan resminya.
Sedangkan pada pria, perselingkuhan umumnya didorong oleh kebutuhan seksual. Sementara wanita bersedia melakukan hubungan seksual jika ada kebutuhan emosional. Sehingga ada dua macam perselingkuhan, perselingkuhan seksual dan perselingkuhan emosional tanpa hubungan seksual.
Winarini mengingatkan ketika sebuah penghianatan atau ketidakjujuran terbongkar, maka akan dibutuhkan waktu lama untuk mengerti, memahami dan memaafkan akibat yang ditimbulkannya. Seringkali bukan hanya pasangan yang jadi korban, tapi juga anak-anak. Jadi, say no to affair!
Tips setia pada pasangan
------------------------------------
•Bangun komunikasi yang positif dengan pasangan.
•Berpikir positif terhadap masalah yang menggangu hubungan dengan pasangan.
•Ingatkan selalu tujuan pernikahan Anda.
•Lupakan masalah dan tatap masa depan dengan optimis.
•Cobalah meminta bantuan terapis, konselor atau pun orang-orang yang ahli dalam mengatasi persoalan perkimpoian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar