Idealnya hubungan pasien dan dokternya adalah mitra yang baik. Bagaimana cara mewujudkannya?
Aku pengin ganti dokter untuk anakku nih... Dokter yang sekarang pendiam banget. Kalau kita ngga tanya, dia ngga pernah memberi penjelasan tentang keadaan anak saya saat masuk ke ruangannya.
Keluhan di atas disampaikan Maya (36 tahun) kepada salah satu tetangganya. Ia memang berencana pindah ke dokter spesialis anak lainnya karena ia menilai dokter spesialis anak yang selama ini jadi langganannya kurang komunikatif.
Lain lagi dengan Irawati (35 tahun). Sejak anak pertama hingga anak ke tiga, ia tidak merasa perlu untuk pindah ke dokter speasialis anak lainnya. Pasalnya, ia sudah cocok dengan dokter langganannya. Meskipun konsekkuensinya, ia harus rela antri berjam-jam karena sang dokter selalu punya pasien lebih dari 25 orang setiap kali praktek.
Ibarat dansa
Bagaimana hubungan Anda dengan dokter Anda, atau dengan dokter anak-anak Anda?
Hubungan antara seorang pasien dengan dokternya, menurut dr. Purnamawati Sujud Pujiarto, SpAK, MMPed. idealnya seperti dua orang yang sedang berdansa. Dua pihak sepakat untuk bekerjasama menyatukan langkah sesuai irama, demi tercapainya harmoni yang indah.
Dalam langkah satu irama tersebut, dokter mendengarkan Anda, membuat diagnosis, menerangkan kondisi dan terapi Anda. “Diharapkan Anda merasa nyaman untuk bertanya dan mendiskusikan rencana pengobatan bagi Anda dan keluarga Anda,” jelasnya.
Bila pasien dan dokter tidak melangkah seirama maka dansa pun akan terbengkalai. Banyak pertanyaan yang tidak sempat diajukan. Kecukupan informasi tidak tercapai, pilihan terapi juga tidak sempat disimak atau dijajagi. Intinya tidak terjadi komunikasi yang terbuka.
Konsumen memiliki hak untuk memperoleh layanan kesehatan terbaik tetapi konsumen juga berkewajiban untuk mewujudkan layanan kesehatan yang baik tersebut. Konsumen juga harus proaktif belajar agar bisa menjadi 'pelindung' masalah kesehatan Anda.
3 kunci di bawah ini bisa membantu memperkuat hubungan Anda dengan dokter :
Be smart
-Miliki pengetahuan dasar kesehatan, pelajari masalah atau gangguan kesehatan yang tengah Anda dialami, buat daftar pertanyaan dan bertanyalah.
-Dokumentasi yang baik segala sesuatu perihal gangguan Anda atau gangguan kesehatan anggota keluarga Anda yang lain. Sebagai contoh, simpan buku medical record masing-masing keluarga dengan baik agar Anda punya catatan perjalanan kesehatan keluarga Anda.
-Ajukan minimal 3 pertanyaan
#Apa masalah yang tengah dialami? atau tengah terjadi? Apa penyebabnya?
#Apa yang harus saya lakukan (BUKAN : apa obat yang harus saya konsumsi?), Apa dan bagaimana tindakan dokter? Apa untung dan rugi tatalaksana ini?
#Apakah ada unsure kegawatdaruratan? Apa kemungkinan komplikasi yang bisa terjadi?
Secara lengkap dr. Purnamawati menambahkan sebagai pasien, selain berbekal minimal 3 pertanyaan di atas, pasien juga harus menyadari bahwa pasien memiliki hak untuk menyetujui atau menolak rencana tindakan dokter, dan menyadari bisa memperoleh second opinion
Be wise
-Hormati waktu dokter Anda maka ia pun akan menghormati waktu Anda. Jangan berharap sederetan panjang pertanyaan Anda bisa dijawab dalam satu kunjungan.
-Kenali dokter Anda. Seperti halnya manusia biasa, sentuhan-sentuhan manusiawi akan mempererat hubungan Anda dan dokter
Be nice
-Ramah dan santun. Jangan mengajukan pertanyaan dengan nada ketus atau seakan menyerang.
-Di pihak lain, kemukakanlah kekecewaan Anda bisa Anda merasa ‘dipaksa’ untuk meninggalkan ruangan (siatuasi terburu-buru) padahal Anda masih memiliki pertanyaan penting atau Anda merasa belum memperoleh jawaban yang jelas.
Dokter juga manusia biasa
Bagaimana dengan keluhan Maya, di atas? Apakah Anda mungkin mempunyai masalah yang sama dengan Maya? Untuk kasus dokter yang pendiam, dr. Purnamawati berpendapat bahwa dokter juga manusia biasa. Manusia dengan berbagai bentuk kepribadian dan sejuta permasalahan, manusia juga bisa merasa lelah dan jenuh. “Pendiam belum tentu tidak komunikatif,” jelasnya dr. Purnamawati lagi.
Dokter Wati, begitu beliau biasa disapa memberi solusi menghadapi dokter-dokter yang kurang komunikatif. Salah satu caranya adalah membawa catatan daftar pertanyaan dari rumah, serta membawa kliping artikel kesehatan yang ingin didiskusikan.
Karena sebagai manusia biasa, jangan berharap dokter bak superman yang tak pernah punya rasa leleah atau jenuh, misalnya.
Tentang pernyataan : dokter cocok-cocokanm dan obatnya selalu manjur, dr. Wati berpendapat bahwa dalam dunia kedokteran tidak ada istilah dokter tangan dingin atau dokter cocok-cockan khususnya terkait dengan obatnya manjur atau cespleng.
Menurut dr. Wati seorang pasien boleh saja merasa cocok dari sisi komunikasi dan kepribadian sang dokter, namun hendaknya jangan dikaitkan dengan kemanjuran pengobatan. “Hal ini dikarenakan pada dasarnya semua penyakit ada natural historynya (perjalanan penyakit),” ujarnya.
Dokter Wati menjelaskan, misalnya seseorang terserang influenza. Umumnya influenza berlangsung selama 1-5 hari (bisa juga sampai dua minggu) dan penyebabnya adalah infeksi virus. “Sampai saat ini tidak ada obat yang bisa ‘mematikan’ virus. Antibiotika sama sekali tidak efektif untuk membasmi infeksi virus. Virus akan ‘dibunuh’ oleh system inum tubuh kita sendiri dan perlu waktu. Obat yang tersedia hanya untuk mengurangi keluhan alias meringankan ‘penderitaan’ pasien yang bersangkutan, bukan untuk menyembuhkan,” jelasnya.
Nah, ketika seseorang berobat ke dokter lalu mengonsumsi obat yang diberikan dan kemudian sembuh, belum tentu kesembuhannya karena obat yang diberikan. “Besar kemungkinan pasien yang bersangkutan sembuh karena memang sudah waktunya untuk sembuh,” jelas dr. wati lagi.
Kewajiban Konsumen Kesehatan?
----------------------------------------
1.Mencari informasi, mempelajari informasi, mengikuti petunjuk dalam informasi tersebut, termasuk bertanya.
Pelajari masalah kesehatan anak terutama masalah kesehatan anak sehari-hari seperti demam, batuk pilek, diare, muntah, radang tenggorokan, alergi, asma, ASI eksklusif, makanan tambahan bagi bayi, imunisasi, obat-obatan, dll.
Bila pasien tahu informasi-informasi dasar suatu penyakit, paling tidak akan terjadi diskusi antar pasien dan dokter. Ujung-ujungnya baik pasien maupun dokter akan menjadi mitra yan baik.
2.Beritikad baik
Konkritnya, binalah kemitraan yang hangat dengan dokter Anda. Cobalah untuk mengerti dan memahami dokter Anda. Bahwa dokter juga manusia, dengan berbagai permasalahannya.
3. Miliki dokumen lengkap.
Setiap kunjungan didokumentasikan dengan baik. Bahkan setiap obat juga diharapkan didata dengan baik.
Ada cerita, seorang ibu membawa anaknya untuk diimunisasi. Dengan alasan kartu berobat anaknya hilang entah kemana, pihak rumah sakit menolak kehadiran ibu untuk imunisasi anaknya. Si ibu marah-marah dan sempat memarah-marahi suster jaga. Merasa benar, sang suster balik bertanya : “Bagaimana pihak rumah sakit bisa menemukan medical record anak ibu kalau kartu berobatnya saja ngga ibu bawa?”
Tanpa dokumentasi lengkap dari pasien (termasuk kartu berobat), dokter atau pihak rumah sakit jangan harap mau bertindak. Ingat, kesehatan manusia sangat berhubungan dengan nyawa manusia!
Aku pengin ganti dokter untuk anakku nih... Dokter yang sekarang pendiam banget. Kalau kita ngga tanya, dia ngga pernah memberi penjelasan tentang keadaan anak saya saat masuk ke ruangannya.
Keluhan di atas disampaikan Maya (36 tahun) kepada salah satu tetangganya. Ia memang berencana pindah ke dokter spesialis anak lainnya karena ia menilai dokter spesialis anak yang selama ini jadi langganannya kurang komunikatif.
Lain lagi dengan Irawati (35 tahun). Sejak anak pertama hingga anak ke tiga, ia tidak merasa perlu untuk pindah ke dokter speasialis anak lainnya. Pasalnya, ia sudah cocok dengan dokter langganannya. Meskipun konsekkuensinya, ia harus rela antri berjam-jam karena sang dokter selalu punya pasien lebih dari 25 orang setiap kali praktek.
Ibarat dansa
Bagaimana hubungan Anda dengan dokter Anda, atau dengan dokter anak-anak Anda?
Hubungan antara seorang pasien dengan dokternya, menurut dr. Purnamawati Sujud Pujiarto, SpAK, MMPed. idealnya seperti dua orang yang sedang berdansa. Dua pihak sepakat untuk bekerjasama menyatukan langkah sesuai irama, demi tercapainya harmoni yang indah.
Dalam langkah satu irama tersebut, dokter mendengarkan Anda, membuat diagnosis, menerangkan kondisi dan terapi Anda. “Diharapkan Anda merasa nyaman untuk bertanya dan mendiskusikan rencana pengobatan bagi Anda dan keluarga Anda,” jelasnya.
Bila pasien dan dokter tidak melangkah seirama maka dansa pun akan terbengkalai. Banyak pertanyaan yang tidak sempat diajukan. Kecukupan informasi tidak tercapai, pilihan terapi juga tidak sempat disimak atau dijajagi. Intinya tidak terjadi komunikasi yang terbuka.
Konsumen memiliki hak untuk memperoleh layanan kesehatan terbaik tetapi konsumen juga berkewajiban untuk mewujudkan layanan kesehatan yang baik tersebut. Konsumen juga harus proaktif belajar agar bisa menjadi 'pelindung' masalah kesehatan Anda.
3 kunci di bawah ini bisa membantu memperkuat hubungan Anda dengan dokter :
Be smart
-Miliki pengetahuan dasar kesehatan, pelajari masalah atau gangguan kesehatan yang tengah Anda dialami, buat daftar pertanyaan dan bertanyalah.
-Dokumentasi yang baik segala sesuatu perihal gangguan Anda atau gangguan kesehatan anggota keluarga Anda yang lain. Sebagai contoh, simpan buku medical record masing-masing keluarga dengan baik agar Anda punya catatan perjalanan kesehatan keluarga Anda.
-Ajukan minimal 3 pertanyaan
#Apa masalah yang tengah dialami? atau tengah terjadi? Apa penyebabnya?
#Apa yang harus saya lakukan (BUKAN : apa obat yang harus saya konsumsi?), Apa dan bagaimana tindakan dokter? Apa untung dan rugi tatalaksana ini?
#Apakah ada unsure kegawatdaruratan? Apa kemungkinan komplikasi yang bisa terjadi?
Secara lengkap dr. Purnamawati menambahkan sebagai pasien, selain berbekal minimal 3 pertanyaan di atas, pasien juga harus menyadari bahwa pasien memiliki hak untuk menyetujui atau menolak rencana tindakan dokter, dan menyadari bisa memperoleh second opinion
Be wise
-Hormati waktu dokter Anda maka ia pun akan menghormati waktu Anda. Jangan berharap sederetan panjang pertanyaan Anda bisa dijawab dalam satu kunjungan.
-Kenali dokter Anda. Seperti halnya manusia biasa, sentuhan-sentuhan manusiawi akan mempererat hubungan Anda dan dokter
Be nice
-Ramah dan santun. Jangan mengajukan pertanyaan dengan nada ketus atau seakan menyerang.
-Di pihak lain, kemukakanlah kekecewaan Anda bisa Anda merasa ‘dipaksa’ untuk meninggalkan ruangan (siatuasi terburu-buru) padahal Anda masih memiliki pertanyaan penting atau Anda merasa belum memperoleh jawaban yang jelas.
Dokter juga manusia biasa
Bagaimana dengan keluhan Maya, di atas? Apakah Anda mungkin mempunyai masalah yang sama dengan Maya? Untuk kasus dokter yang pendiam, dr. Purnamawati berpendapat bahwa dokter juga manusia biasa. Manusia dengan berbagai bentuk kepribadian dan sejuta permasalahan, manusia juga bisa merasa lelah dan jenuh. “Pendiam belum tentu tidak komunikatif,” jelasnya dr. Purnamawati lagi.
Dokter Wati, begitu beliau biasa disapa memberi solusi menghadapi dokter-dokter yang kurang komunikatif. Salah satu caranya adalah membawa catatan daftar pertanyaan dari rumah, serta membawa kliping artikel kesehatan yang ingin didiskusikan.
Karena sebagai manusia biasa, jangan berharap dokter bak superman yang tak pernah punya rasa leleah atau jenuh, misalnya.
Tentang pernyataan : dokter cocok-cocokanm dan obatnya selalu manjur, dr. Wati berpendapat bahwa dalam dunia kedokteran tidak ada istilah dokter tangan dingin atau dokter cocok-cockan khususnya terkait dengan obatnya manjur atau cespleng.
Menurut dr. Wati seorang pasien boleh saja merasa cocok dari sisi komunikasi dan kepribadian sang dokter, namun hendaknya jangan dikaitkan dengan kemanjuran pengobatan. “Hal ini dikarenakan pada dasarnya semua penyakit ada natural historynya (perjalanan penyakit),” ujarnya.
Dokter Wati menjelaskan, misalnya seseorang terserang influenza. Umumnya influenza berlangsung selama 1-5 hari (bisa juga sampai dua minggu) dan penyebabnya adalah infeksi virus. “Sampai saat ini tidak ada obat yang bisa ‘mematikan’ virus. Antibiotika sama sekali tidak efektif untuk membasmi infeksi virus. Virus akan ‘dibunuh’ oleh system inum tubuh kita sendiri dan perlu waktu. Obat yang tersedia hanya untuk mengurangi keluhan alias meringankan ‘penderitaan’ pasien yang bersangkutan, bukan untuk menyembuhkan,” jelasnya.
Nah, ketika seseorang berobat ke dokter lalu mengonsumsi obat yang diberikan dan kemudian sembuh, belum tentu kesembuhannya karena obat yang diberikan. “Besar kemungkinan pasien yang bersangkutan sembuh karena memang sudah waktunya untuk sembuh,” jelas dr. wati lagi.
Kewajiban Konsumen Kesehatan?
----------------------------------------
1.Mencari informasi, mempelajari informasi, mengikuti petunjuk dalam informasi tersebut, termasuk bertanya.
Pelajari masalah kesehatan anak terutama masalah kesehatan anak sehari-hari seperti demam, batuk pilek, diare, muntah, radang tenggorokan, alergi, asma, ASI eksklusif, makanan tambahan bagi bayi, imunisasi, obat-obatan, dll.
Bila pasien tahu informasi-informasi dasar suatu penyakit, paling tidak akan terjadi diskusi antar pasien dan dokter. Ujung-ujungnya baik pasien maupun dokter akan menjadi mitra yan baik.
2.Beritikad baik
Konkritnya, binalah kemitraan yang hangat dengan dokter Anda. Cobalah untuk mengerti dan memahami dokter Anda. Bahwa dokter juga manusia, dengan berbagai permasalahannya.
3. Miliki dokumen lengkap.
Setiap kunjungan didokumentasikan dengan baik. Bahkan setiap obat juga diharapkan didata dengan baik.
Ada cerita, seorang ibu membawa anaknya untuk diimunisasi. Dengan alasan kartu berobat anaknya hilang entah kemana, pihak rumah sakit menolak kehadiran ibu untuk imunisasi anaknya. Si ibu marah-marah dan sempat memarah-marahi suster jaga. Merasa benar, sang suster balik bertanya : “Bagaimana pihak rumah sakit bisa menemukan medical record anak ibu kalau kartu berobatnya saja ngga ibu bawa?”
Tanpa dokumentasi lengkap dari pasien (termasuk kartu berobat), dokter atau pihak rumah sakit jangan harap mau bertindak. Ingat, kesehatan manusia sangat berhubungan dengan nyawa manusia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar