Kata orang setiap wanita jika ingin merasakan kesempurnaan seorang ibu harus merasakan tahap-tahap sakit perut dan mengejan menjelang melahirkan. Tapi ada juga wanita yang tak bisa merasakan ‘kesempurnaan’ menjadi wanita itu karena harus dihadapkan pada kenyataan bahwa dirinya harus menjalani operasi caesar. Selain itu ada juga yang malah memilih operasi karena tak tahan sakitnya saat hendak melahirkan normal.
Dua segi indikasi
---------------------------------
Menurut dr. Bambang Fadjar, SpOG dari RS. Asih – Jakarta, indikasi perlunya operasi caesar bisa diamati dari dua segi. Dari segi ibu hamil dan dari segi janin dalam kandungan itu sendiri.
Kondisi ibu hamil yang tidak memungkinkan untuk melahirkan normal, antara lain: ibu hamil yang memiliki sakit pada tulang belakang, ibu yang pernah menjalani operasi pengangkatan myoma, atau operasi lain yang bila dibiarkan melahirkan secara spontan akan membahayakan rahim, bahkan bisa menyebabkan pecahnya rahim.
Misalnya, operasi pengangkatan myoma, akan meninggalkan bekas luka pada rahim. “Bila melahirkan secara normal, peregangan pada rahim bisa berakibat perdarahan hebat yang membahayakan sang ibu,” terang dokter yang menamatkan Spesialisasi Obstetri dan Ginekologi di Universitas Indonesia pada tahun 1986 ini.
Selain disebabkan kondisi ibu hamil, operasi caesar juga mau tak mau harus dilakukan bila kondisi janin tidak memungkinkan untuk dilahirkan secara normal. Contohnya bila janin mengalami kekurangan suplai oksigen ke otaknya, kondisi ini bisa menyebabkan lambatnya denyut jantung, hingga akhirnya kematian janin. Risiko inilah yang menuntut dokter bertindak cepat untuk mengeluarkan bayi.
Kondisi janin lainnya yang menuntut operasi caesar dilakukan ialah terjadinya kompresi/tekanan pada kepala bayi secara terus-menerus menjelang kelahiran, plasenta yang letaknya di bawah hingga menutupi rahim, ukuran bayi yang terlalu besar, atau letak bayi yang melintang dalam perut ibu.
Dokter Bambang juga berpendapat bahwa keadaan tali pusat yang melilit janin atau sunsang (kepala diatas) tidak menjadi indikasi harus dilakukannya operasi caesar. “Bila lilitan tali pusat pada janin longgar dan tali pusatnya panjang, tidak akan membahayakan janin, asalkan sebelum proses persalinan harus diobservasi dulu denyut jantungnya, bila dalam keadaan normal maka bisa dilahirkan secara normal,” jelas ayah dua anak ini.
Keadaan bayi yang sunsang bisa saja dilahirkan normal, asalkan bayi tersebut tidak terlalu besar ukurannya. Akan tetapi menurut dr. Bambang, ibu hamil perlu diberi penjelasan bahwa menurut data statistik, ada sekitar 20 persen bayi yang sunsang tidak dapat lahir secara normal. Hal ini disebabkan biasanya kepala bayi tersebut akan tersangkut dalam rahim hingga tidak dapat lahir dengan selamat. “Setelah saya beri penjelasan tersebut, umumnya pasien tak berani ambil risiko dan lebih memilih operasi caesar saja,” kata dokter berusia 50 tahun ini.
Persyaratan dilakukannya operasi ini sebenarnya tidak rumit. Asalkan janin sudah berumur 36 minggu dan sudah mencapai berat 2,5 kg, maka operasi sudah bisa dilakukan. Untuk mendapatkan data ini, perlu dilakukan pemeriksaan USG yang menyeluruh, mencakup ukuran diameter kepala dan diameter perut juga panjang tungkai dan tulang paha bayi.
Tahap operasi
------------------------------
Bila operasi caesar yang dipilih, ada langkah persiapan yang mesti diketahui ibu hamil. Untuk operasi yang sudah direncanakan, maka merupakan tugas dokter untuk menyiapkan mental ibu dengan memberi penjelasan yang menyeluruh tentang tahap operasi serta kemungkinan risiko apa saja yang bisa terjadi saat operasi maupun pasca operasi.
Risiko saat operasi tak jauh beda dengan risiko pada operasi pembedahan lainnya, yaitu terjadinya perdarahan akibat kontraksi rahim yang tidak baik. Atau risiko anestesi, misalnya karena alergi terhadap obat bius, akibat ekstrim yang mungkin terjadi ialah ibu mengalami sesak nafas, bahkan hingga meninggal.
Operasi yang hanya memakan waktu setengah hingga satu jam ini juga tidak terlalu rumit tahapannya. Awalnya ibu hamil akan dibius regional terlebih dahulu, dengan penyuntikkan di daerah tulang belakang. Bius ini hanya untuk daerah perut kebawah, sedangkan daerah perut keatas masih dalam keadaan sadar.
Setelah itu dilakukan pembersihan daerah perut menggunakan antiseptik. Kemudian dokter akan melakukan penyayatan yang disebut pfannenstiehl. Maksudnya ialah melakukan penyayatan horizontal pada daerah lipatan perut, di antara pusar dan vagina. Penyayatan jenis ini lebih baru dibandingkan teknik penyayatan vertikal di tengah perut, yang sekarang sudah jarang digunakan.
Setelah penyayatan dengan lebar 10 cm tersebut, maka lapis demi lapis perut dibuka hingga memungkinkan untuk menarik bayi dari rahim. Perut ibu kemudian bisa dijahit kembali, sedangkan bayi yang lahir dengan selamat pun bisa segera dibersihkan. Efek biusnya sendiri bisa hilang setelah 2 jam.
Keadaannya berbeda bila operasi ini wajib dilakukan karena keadaan gawat darurat. Maka keputusan dan tindakan operasi harus dilakukan dengan cepat, misalnya bila ibu hamil mengalami perdarahan atau karena ibu mengalami trauma akibat kecelakaan atau lainnya. Bila ini yang terjadi maka janin harus segera dikeluarkan, meskipun masih prematur, asalkan diperkirakan sudah dapat hidup di luar kandungan ibu.
Setelah operasi, risiko juga masih bisa mengintai. Misalnya akibat alergi terhadap benang yang digunakan untuk menjahit perut ibu. Atau munculnya kembali perdarahan pada rahim (sub invulsi uteri) pada masa pemulihan, tapi gejala ini bisa diobati dengan konsumsi obat.
Pada dasarnya luka bekas operasi dapat sembuh setelah dua minggu. Meskipun rasa sakit memang terkadang masih mendera, Anda tak perlu takut, karena sepulang dari Rumah Sakit dokter pasti akan membekali Anda dengan obat anti nyeri dan antibiotik yang bisa membantu penyembuhan pasca operasi.
Apalagi sekarang sudah ada perban anti air yang memungkinkan Anda mandi sepulang dari rawat inap di Rumah Sakit. Seminggu setelah operasi, Anda diminta untuk kontrol ke dokter sekaligus melakukan perawatan luka operasi tersebut.
Jadi, mau melahirkan normal atau operasi caesar? Sebaiknya konsultasi dokter yang terpercaya terlebih dahulu. (Silvia Devina)
Mitos tentang Caesar:
-------------------------------
1. Bayi yang lahir dengan operasi caesar akan berbeda dengan yang lahir secara normal, karena cenderung lebih kecil dan terlambat perkembangannya.
Menurut dr. Bambang, hal ini tidak benar. Pada prinsipnya lahir normal atau dengan operasi caesar sama saja, asalkan reflek bayi baik, denyut jantung normal, dan ketika bayi keluar ia bisa langsung menangis. Atau bila bayi lahir prematur, harus diberikan perawatan intensif, bahkan suntikan untuk pematangan paru-paru bayi, bila perlu.
2. Ibu hamil berusia 35 tahun keatas sebaiknya melahirkan dengan caesar karena risikonya besar.
Menurut dr. Bambang, ibu hamil usia 35 tahun keatas bisa saja melahirkan secara normal, asalkan menunjukkan indikasi baik dan tidak membahayakan diri sendiri atau janin yang dikandung.
Dua segi indikasi
---------------------------------
Menurut dr. Bambang Fadjar, SpOG dari RS. Asih – Jakarta, indikasi perlunya operasi caesar bisa diamati dari dua segi. Dari segi ibu hamil dan dari segi janin dalam kandungan itu sendiri.
Kondisi ibu hamil yang tidak memungkinkan untuk melahirkan normal, antara lain: ibu hamil yang memiliki sakit pada tulang belakang, ibu yang pernah menjalani operasi pengangkatan myoma, atau operasi lain yang bila dibiarkan melahirkan secara spontan akan membahayakan rahim, bahkan bisa menyebabkan pecahnya rahim.
Misalnya, operasi pengangkatan myoma, akan meninggalkan bekas luka pada rahim. “Bila melahirkan secara normal, peregangan pada rahim bisa berakibat perdarahan hebat yang membahayakan sang ibu,” terang dokter yang menamatkan Spesialisasi Obstetri dan Ginekologi di Universitas Indonesia pada tahun 1986 ini.
Selain disebabkan kondisi ibu hamil, operasi caesar juga mau tak mau harus dilakukan bila kondisi janin tidak memungkinkan untuk dilahirkan secara normal. Contohnya bila janin mengalami kekurangan suplai oksigen ke otaknya, kondisi ini bisa menyebabkan lambatnya denyut jantung, hingga akhirnya kematian janin. Risiko inilah yang menuntut dokter bertindak cepat untuk mengeluarkan bayi.
Kondisi janin lainnya yang menuntut operasi caesar dilakukan ialah terjadinya kompresi/tekanan pada kepala bayi secara terus-menerus menjelang kelahiran, plasenta yang letaknya di bawah hingga menutupi rahim, ukuran bayi yang terlalu besar, atau letak bayi yang melintang dalam perut ibu.
Dokter Bambang juga berpendapat bahwa keadaan tali pusat yang melilit janin atau sunsang (kepala diatas) tidak menjadi indikasi harus dilakukannya operasi caesar. “Bila lilitan tali pusat pada janin longgar dan tali pusatnya panjang, tidak akan membahayakan janin, asalkan sebelum proses persalinan harus diobservasi dulu denyut jantungnya, bila dalam keadaan normal maka bisa dilahirkan secara normal,” jelas ayah dua anak ini.
Keadaan bayi yang sunsang bisa saja dilahirkan normal, asalkan bayi tersebut tidak terlalu besar ukurannya. Akan tetapi menurut dr. Bambang, ibu hamil perlu diberi penjelasan bahwa menurut data statistik, ada sekitar 20 persen bayi yang sunsang tidak dapat lahir secara normal. Hal ini disebabkan biasanya kepala bayi tersebut akan tersangkut dalam rahim hingga tidak dapat lahir dengan selamat. “Setelah saya beri penjelasan tersebut, umumnya pasien tak berani ambil risiko dan lebih memilih operasi caesar saja,” kata dokter berusia 50 tahun ini.
Persyaratan dilakukannya operasi ini sebenarnya tidak rumit. Asalkan janin sudah berumur 36 minggu dan sudah mencapai berat 2,5 kg, maka operasi sudah bisa dilakukan. Untuk mendapatkan data ini, perlu dilakukan pemeriksaan USG yang menyeluruh, mencakup ukuran diameter kepala dan diameter perut juga panjang tungkai dan tulang paha bayi.
Tahap operasi
------------------------------
Bila operasi caesar yang dipilih, ada langkah persiapan yang mesti diketahui ibu hamil. Untuk operasi yang sudah direncanakan, maka merupakan tugas dokter untuk menyiapkan mental ibu dengan memberi penjelasan yang menyeluruh tentang tahap operasi serta kemungkinan risiko apa saja yang bisa terjadi saat operasi maupun pasca operasi.
Risiko saat operasi tak jauh beda dengan risiko pada operasi pembedahan lainnya, yaitu terjadinya perdarahan akibat kontraksi rahim yang tidak baik. Atau risiko anestesi, misalnya karena alergi terhadap obat bius, akibat ekstrim yang mungkin terjadi ialah ibu mengalami sesak nafas, bahkan hingga meninggal.
Operasi yang hanya memakan waktu setengah hingga satu jam ini juga tidak terlalu rumit tahapannya. Awalnya ibu hamil akan dibius regional terlebih dahulu, dengan penyuntikkan di daerah tulang belakang. Bius ini hanya untuk daerah perut kebawah, sedangkan daerah perut keatas masih dalam keadaan sadar.
Setelah itu dilakukan pembersihan daerah perut menggunakan antiseptik. Kemudian dokter akan melakukan penyayatan yang disebut pfannenstiehl. Maksudnya ialah melakukan penyayatan horizontal pada daerah lipatan perut, di antara pusar dan vagina. Penyayatan jenis ini lebih baru dibandingkan teknik penyayatan vertikal di tengah perut, yang sekarang sudah jarang digunakan.
Setelah penyayatan dengan lebar 10 cm tersebut, maka lapis demi lapis perut dibuka hingga memungkinkan untuk menarik bayi dari rahim. Perut ibu kemudian bisa dijahit kembali, sedangkan bayi yang lahir dengan selamat pun bisa segera dibersihkan. Efek biusnya sendiri bisa hilang setelah 2 jam.
Keadaannya berbeda bila operasi ini wajib dilakukan karena keadaan gawat darurat. Maka keputusan dan tindakan operasi harus dilakukan dengan cepat, misalnya bila ibu hamil mengalami perdarahan atau karena ibu mengalami trauma akibat kecelakaan atau lainnya. Bila ini yang terjadi maka janin harus segera dikeluarkan, meskipun masih prematur, asalkan diperkirakan sudah dapat hidup di luar kandungan ibu.
Setelah operasi, risiko juga masih bisa mengintai. Misalnya akibat alergi terhadap benang yang digunakan untuk menjahit perut ibu. Atau munculnya kembali perdarahan pada rahim (sub invulsi uteri) pada masa pemulihan, tapi gejala ini bisa diobati dengan konsumsi obat.
Pada dasarnya luka bekas operasi dapat sembuh setelah dua minggu. Meskipun rasa sakit memang terkadang masih mendera, Anda tak perlu takut, karena sepulang dari Rumah Sakit dokter pasti akan membekali Anda dengan obat anti nyeri dan antibiotik yang bisa membantu penyembuhan pasca operasi.
Apalagi sekarang sudah ada perban anti air yang memungkinkan Anda mandi sepulang dari rawat inap di Rumah Sakit. Seminggu setelah operasi, Anda diminta untuk kontrol ke dokter sekaligus melakukan perawatan luka operasi tersebut.
Jadi, mau melahirkan normal atau operasi caesar? Sebaiknya konsultasi dokter yang terpercaya terlebih dahulu. (Silvia Devina)
Mitos tentang Caesar:
-------------------------------
1. Bayi yang lahir dengan operasi caesar akan berbeda dengan yang lahir secara normal, karena cenderung lebih kecil dan terlambat perkembangannya.
Menurut dr. Bambang, hal ini tidak benar. Pada prinsipnya lahir normal atau dengan operasi caesar sama saja, asalkan reflek bayi baik, denyut jantung normal, dan ketika bayi keluar ia bisa langsung menangis. Atau bila bayi lahir prematur, harus diberikan perawatan intensif, bahkan suntikan untuk pematangan paru-paru bayi, bila perlu.
2. Ibu hamil berusia 35 tahun keatas sebaiknya melahirkan dengan caesar karena risikonya besar.
Menurut dr. Bambang, ibu hamil usia 35 tahun keatas bisa saja melahirkan secara normal, asalkan menunjukkan indikasi baik dan tidak membahayakan diri sendiri atau janin yang dikandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar