Rabu, 07 Mei 2008

Pertanyaan Seputar Mati Suri

MENURUT Rubiana Soeboer, doktor di bidang psikologi sosial lulusan Universitas Indonesia, tinjauan teoretis mengenai mati suri dipilah menjadi dua orientasi: yang mempercayai keabsahan pengalaman mati suri dan yang menolak. Sebagian yang menolak mendasarkan argumentasinya pada medis-biologis yang semuanya berhubungan dengan otak.

Sudut pandang psikologi mencoba menjelaskan fenomena mati suri melalui teori depersonalisasi. Mereka yang ketakutan berhadapan dengan kenyataan akan kematian berusaha mengganti perasaan itu dengan fantasi untuk menyenangkan dan melindungi diri.

Mereka melakukan ”depersonalisasi", memisahkan diri dari tubuh, melayang menjauhi tubuh fisik. Namun, kata Rubiana, beberapa ciri khas mati suri, seperti perasan spiritual dan mistik, meningkatnya kewaspadaan dan kesadaran, tidak sesuai dengan keadaan depersonalisasi.

Rubiana juga menyinggung teori ingatan akan kelahiran. Teori itu memandang apa yang dialami oleh yang mati suri sebenarnya tak berhubungan dengan kematian, tetapi justru dengan ingatan akan kelahiran. Seorang bayi dalam rahim ibu melewati lorong menuju cahaya dan sinar tersebut memberikan rasa cinta dan kehangatan.

Selain itu ada teori afterlife dari pendekatan holistik spiritual. Mengutip Morse (1996), Rubiana mengatakan, mati suri merupakan salah satu dari banyak pengalaman spiritual yang dijembatani bagian otak yang disebut lobus temporal di sebelah kanan. Morse mengakui peran penting neurologi tanpa menolak pentingnya pengalaman spiritual.

Pendekatan transpersonal berusaha menguak berbagai fenomena dan konsep yang terlewatkan oleh para psikolog kontemporer, terutama berbagai konsep transendensi diri, termasuk pengalaman-pengalaman mistik dan estatik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar