Selasa, 26 Agustus 2008

Bedah Kapsulotomi Atasi Kecanduan Narkoba

KEMAJUAN di bidang ilmu bedah saraf otak ternyata sudah sedemikian pesatnya dan memberi manfaat besar bagi penyembuhan penyakit kejiwaan. Teknologi bedah saraf otak kini tak hanya dapat mengatasi penyakit-penyakit akibat ketidakseimbangan cairan otak seperti skizofrenia atau depresi, tetapi bahkan mampu menyembuhkan pasein dengan kecanduan narkoba.

Ya, harapan baru bagi pengobatan pasien pecandu obat-obat terlarang kini muncul berkat dikembangkannya teknik bedah saraf yang disebut kapsulotomi. Teknik bedah ini mulai diperkenalkan di Indonesia oleh Profesor Bomin Sun M.D. Associate Professor of Neurosurgery dan Direktur Bedah Saraf Shanghai Jiatong University Rui Jin Hospital China.

Prof Bomin Sun bersama ahli bedah saraf Dr. Alfred Sutrisno, SpBS, melakukan bedah kapsulotomi untuk pertamakalinya pada seorang pasien asal Indonesia di Rumah Sakit Internasional Omni, Serpong, Tangerang, Jumat (22/8) lalu.

Tim yang terdiri dari dokter, psikiater dan ahli neurofisiologi, mengoperasi seorang pasien muda yang mengalami skizofrenia yakni gangguan kejiwaan yang ditandai dengan halusinasi, agitasi dan paranoid. Operasi dilakukan dalam keadaan pasien sadar (awake surgery) itu berlangsung sukses selama kurang lebih 2,5 jam.

"Menurut hemat kami, tindakan operasi dengan teknik dan alat yang dipakai adalah yang pertamakalinya dilakukan (di Indonesia). Operasi ini juga disebut dengan functional surgery, di mana operasi tidak dapat hanya digunakan menterapi pasien-pasein dengan skizofrenia, tetapi juga dapat mengatasi depresi, obsesif kompulsif, distonia, anoreksia, bahkan masalah kecanduan narkoba," ungkap Dr Alfred dalam jumpa pers pasca-operasi.

Alfred menerangkan, operasi kapsulotomi secara sedarhana dapat digambarkan sebagai tindakan untuk mematikan salah satu sirkut pada area putih (white matter) otak yang disebut capsula interna. Dengan menonaktifkan salah satu sirkuit ini, capsula interna ini tidak akan lagi menghantarkan impuls-impuls negatif sehingga keseimbangan neurotransmitter (cairan kimia otak) pasien diharapkan kembali tercipta.

Sebelum dilakukan operasi, pasien terlebih dulu menjalani scan MRI tiga dimensi pada bagian kepala. Ini sangat penting untuk menentukan secara akurat titik atau lokasi pada capsula interna yang akan menjadi target tindakan. Dibantu komputerisasi dan alat navigasi yang sangat canggih disebut frame stereotactic, dokter lalu akan mendapatkan arah, kedalaman serta sudut yang tepat selama menjalani tindakan.

Untuk mematikan sirkuit yang menjadi sasaran, tim dokter menggunakan teknik ablatif menggunakan suatu alat khusus yang akan membakar dengan menggunakan radio frekuensi dan voltase tertentu. "Area yang menghantarkan gangguan dibakar supaya tidak lagi menghantarkan impuls-impuls negatif pada daerah tersebut," ungkapnya

Dalam prosedur operasi ini tengkorak kepala pasien harus dibor dan dilubangi. Namun begitu pasien harus tetap dalam kondisi sadar mengingat adanya ancaman dan risiko menimbukan kelumpuhan. "Teknik ini dilakukan dekat sekali dengan pusat motorik atau gerak pada otak, sehingga selama operasi pasien terus dipantau dan ditanya apakah dapat menggerakkan bagian tubuhnya seperti kaki atau tangan," tambahnya.

Menyoal tingkat kesembuhan pasien pascaoperasi, Profesor Bomin Sun meyakinkan bahwa operasi ini memiliki tingkat keberhasilan yang mencapai hingga 80-90 persen. Sedangkan tingkat kegagalannya kurang dari tiga persen, dan kemungkinan pasien mengalami kekambuhan pascaoperasi kurang dari lima persen.

Di tempat praktiknya di Shanghai Cina, Profesor Bomin Sun menyatakan ada sekitar 600 tindakan operasi kapsulotomi dilakukan setiap tahunnya dengan rentang usia pasien antara 6 antara 67 tahun. Khusus kasus narkoba, dalam kurun waktu empat tahun terakhir Prof Bomin Sun mengaku telah menangani 10 kasus, dan seluruh pasiennya kini dapat menjalani hidup secara normal pascaoperasi.

Sementara Dr Andri, SpKJ, psikiater dari Rumah Sakit Omni Internasional menyatakan pasien haruslah memenuhi syarat dan diagnosa tertentu untuk dapat menjalani operasi ini. Untuk skizofrenia misalnya, pasien yang menjadi sasaran operasi ini adalah mereka yang sudah parah dengan gejala perilaku agresif dan kekerasan terhadap lingkungan. Operasi ini tidak bisa dilakukan untuk pasien Alzheimer.

"Mereka yang mengidap skizofrenia mengalami gangguan keseimbangan dalam otaknya. Biasanya pasien diberikan obat untuk mengatasinya, namun ada beberapa kasus yang sulit atau tidak mempan dengan obat. Dengan operasi ini, kita berupaya menyeimbangkannya kembali. Teknik operasi ini berbeda dengan operasi lobotomi yang lebih dulu dikenal untuk mengatasi skizofrenia. Kalau yang dulu, operasi hanya untuk menekan agresivitas, tetapi pasien lalu menjadi diam. Tetapi operasi ini dapat mengembalikan fungsi hingga 80-90 persen ," terangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar